Dekriminalisasi Penyalahguna Dalam Kontruksi UU Narkotika Kita

DR Anang Iskandar

Dekriminalisasi penyalahguna merupakan model penghukuman non kriminal sebagai salah satu hukum modern yang bertujuan menekan demand sekaligus menekan suppy dalam rangka menangani masalah narkotika secara universal.

European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (EMCDDA) mendifinisikan Dekriminalisasi Penyalahguna sebagai berikut : Dekriminalisation of drug possession or us as ” removel of sanction under criminal law with optional use of administrative sanction such as the application of civil fines or court ordered therapeutic responses”.

Dekriminalisasi penyalahguna ini mengacu pada The Single Convention Narkotic Drug 1961 dan Protokol 1972 yang oleh pemerintah telah diadopsi dengan UU No 8 tahun 1976 yang kemudian menjadi dasar dibuatnya UU Narkotika yang berlaku saat ini.

UU Narkotika kita mengikuti model dekriminalisasi penyalahguna ini dengan dua cara :

1. Penyalahguna yang secara sukarela melapor ke IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor), yaitu Rumah Sakit yang ditunjuk Pemerintah serta merta tidak dituntut pidana (pasal 128 ). Penyalahguna sudah dalam keadaan ketergantungan markotika (pecandu) dan korban penyalahgunaan narkotika wajib direhab (pasal 54)

2. Apabila tidak mau melapor ke IPWL untuk penyembuhan maka penyidik akan menangkap penyalah guna membawa ke pengadilan melalui rehabilitation justice system RJS (lihat double track system pemidanaan)

Menurut UU Narkotika kita penghukuman rehabilitasi sama dengan penghukuman penjara (pasal 103 ayat 2). Meskipun sama namun  penghukuman rehabilitasi diyakini lebih bermanfaat, lebih baik dari pada penghukuman penjara. Itu sebabnya UU No 35/2009 tentang Narkotika mencantumkan dengan jelas tujuannya, yaitu menjamin pengaturan upaya rehabilitasi bagi penyalahguna dan pecandu (pasal 4 ayat 2).

Masalahnya penyalahguna setiap tahun naik,  sekarang ini menurut hasil penelitian sudah mencapai 5,9 juta apabila tidak dilakukan dekriminalisasi terhadap penyalahguna dengan dua cara tersebut dapat dipastikan penyalah lguna akan naik terus dari tahun ke tahun. (lihat tren penyalahguna)

Peningkatan penyalahguna disebabkan dua cara dekriminalisasi sesuai amanat UU Narkotika kedua-duanya belum berjalan dengan baik.

Besarnya jumlah penyalah guna ini lah yang menyebabkan suburnya bisnis narkotika di Indonesia yg membuat penyidik dengan “mudah melakukan penangkapan dan mendapatkan  barang bukti yg besar” namun  kuwalahan karena berpacu dengan naik permintaan yang terus meningkat, sehingga penyelesaian masalah narkotika di indonesia ibarat jauh api dari panggangnya.

DR Anang Iskandar, Pengasuh Pondok Rehab Ilir-Ilir dan Dosen Narkotika Universitas Trisakti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *