LPKNI Sebut Dept Colector Hanya Penagih Bukan Eksekutor



KABARDAERAHJAMBI.COM – Aksi perampasan kendaraan bermotor oleh Debt colletor yang menjadi jaminan utang piutang selalu saja terjadi, hal itu tak ada kapoknya bagi penagih meski sering dilaporkan kepolisian.

Terbaru, Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) kembali memperkarakan debt colector yang mengaku dari PT. CHARDENA MAHIRA JAMBI selaku kuasa dari pihak pembiayaan PT. MNC FINANCE.

Hal ini bermula pihak debt collector pada 4 Desember 2019 lalu kembali melakukan aksinya yakni merampas satu unit Mobil dengan nopol BH 1063 MM yang di jadikan jaminan fidusia oleh PT. MNC FINANCE cabang Jambi itu dinilai tidak memenuhi kewajiban sebagai debitur.

Ketua Umum LPKNI, Kurniadi Hidayat mengatatakan eksekusi jaminan fidusia tersebut di lakukan pada saat kendaraan  diparkirkan tidak jauh dari kantor LPKNI, yang mana debitur pada saat mengalami tekanan dari pihak kreditur karena di anggap lalai dalam melakukan kewajiban pembayaran hutang.
“Debitur meminta bantuan kepada lembaga perlindungan konsumen dengan harapan bisa melakukan mediasi ke pada pihak kreditur agar mendapatkan wins solusion terkait tunggakan pembayaran,” katanya.

Dengan adanya keluhan debitur, selanjutnya LPKNI melakukan pendekatan persuasif dengan pihak kreditur, melakukan mediasi penyelesaian permasalahan antara pihak debitur dengan kreditur dengan harapan mendapatkan jalan keluar yang baik tanpa ada kerugian dari kedua belah pihak.

Kurniady sangat menyayangkan kejadian tersebut, di karenakan proses eksekusi yang dianggap sepihak, karna pada saat penarikan kendaraan debitur dengan cara di derek didepan umum tanpa Sepengetahuan pihak debitur sangat bertolak belakang dengan hak konstitusional yang di atur dalam undang-undang dasar 1945
sebagaimana yang telah tertuang  dalam keputusan Mahkamah konstitusi nomor 18/PUU-XVII/2019.
Kurniady mengatakan, meskipun Fidusia memiliki kekuatan Eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, Namun tetap harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Dalam Eksekusi Objek Fidusia harus berdasarkan putusan pengadilan yang dilaksanakan oleh juru sita yang dipimpin oleh ketua Pengadilan sebagaimana dijelaskan dalam peraturan.

HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) pasal 195 ayat 1 yaitu
“Keputusan hakim dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, Dilaksanakan atas perintah dan dibawah pimpinan ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur dalam pasal”pasal berikut (Rv 350, 360 IR 194)”.

RBG (Reglemen Buitengwesten) Pasal 208 yakni
“Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua pengadilan yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah untuk menyita barang-barang milik pihak yang kalah”

C.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 54 ayat 1 seperti yakni
“Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita yang dipimpin oleh ketua pengadilan”.

Kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18//PUU-XVII/2019 : 1.Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian.
2. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang
frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.
3.Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.
4.Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frase”kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan
menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.
5.Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.

“DEBT COLLECTOR Sudah jelas dari namanya saja sebagai Tenaga Penagih Hutang tentu tugasnya HANYA MENAGIH HUTANG bukan sebagai EKSEKUTOR.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *