KABARDAERAHJAMBI.COM – Aksi perampasan kendaraan bermotor oleh Debt colletor yang menjadi jaminan utang piutang selalu saja terjadi, hal itu tak ada kapoknya bagi penagih meski sering dilaporkan kepolisian.
Ketua Umum LPKNI, Kurniadi Hidayat mengatatakan eksekusi jaminan fidusia tersebut di lakukan pada saat kendaraan diparkirkan tidak jauh dari kantor LPKNI, yang mana debitur pada saat mengalami tekanan dari pihak kreditur karena di anggap lalai dalam melakukan kewajiban pembayaran hutang.
Dengan adanya keluhan debitur, selanjutnya LPKNI melakukan pendekatan persuasif dengan pihak kreditur, melakukan mediasi penyelesaian permasalahan antara pihak debitur dengan kreditur dengan harapan mendapatkan jalan keluar yang baik tanpa ada kerugian dari kedua belah pihak.
Kurniady sangat menyayangkan kejadian tersebut, di karenakan proses eksekusi yang dianggap sepihak, karna pada saat penarikan kendaraan debitur dengan cara di derek didepan umum tanpa Sepengetahuan pihak debitur sangat bertolak belakang dengan hak konstitusional yang di atur dalam undang-undang dasar 1945
sebagaimana yang telah tertuang dalam keputusan Mahkamah konstitusi nomor 18/PUU-XVII/2019.
HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) pasal 195 ayat 1 yaitu
“Keputusan hakim dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, Dilaksanakan atas perintah dan dibawah pimpinan ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur dalam pasal”pasal berikut (Rv 350, 360 IR 194)”.
RBG (Reglemen Buitengwesten) Pasal 208 yakni
“Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua pengadilan yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah untuk menyita barang-barang milik pihak yang kalah”
C.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 54 ayat 1 seperti yakni
“Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita yang dipimpin oleh ketua pengadilan”.
2. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang
frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.
Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan
menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.
sebagaimana mestinya.
“DEBT COLLECTOR Sudah jelas dari namanya saja sebagai Tenaga Penagih Hutang tentu tugasnya HANYA MENAGIH HUTANG bukan sebagai EKSEKUTOR.