OPINI  

Bikin Berita Bagus Wartawan Tuai Apresiasi, Bila Mengkritisi Kok Malah Dikriminalisasi

Tanpa Informasi dari media masa, mungkinkah dunia ini bisa berkembang? Siapa bisa menyangkal?. Perlu disadari, profesi wartawan itu tidaklah mudah. Perlu dirasai, awak media bekerja dengan tingkat kesabaran dan konsekwensi yang tinggi. Perlu dicermati, peran media sangat tinggi bagi perkembangan zaman ini. Perlu diakui, para wartawan bekerja sebagai corong bangsa. Perlu dipahami, pers itu independen mengawal segala sesuatu untuk khalayak publik!

Dari dulu, semenjak media masa menyampaikan pemberitaan lewat kertas selembar hingga Koran, lalu berkembang menjadi media elektronik, bahkan sekarang informasi didominasi oleh media online yang dapat dihantarkan dari tangan ke tangan, tetap saja namanya Media Pers, sejauh ada badan hukumnya.

Munculnya Undang – undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, membuat demokrasi semakin jalan dengan baik di Negara ini. Asupan informasi dengan mudah diterima masyarakat karena UU tersebut menjamin kebebesan pers terhadap wartawan dalam bertugas. Tentunya, hal itu tak terlepas dari kode etik serta pedoman-pedoman hukum terkait sebagainya. Hanya saja, entah kenapa saat ini mulai dirasa terjadi banyak persoalan.

Padahal, kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin. Lupa ya?

Kenapa wartawan diteror? Apa sebabnya pengaduan-pengaduan wartawan lambat ditanggapi? Apakah boleh wartawan dikriminalisasi karena menerbitkan berita? Jawabnya dalam hati aja.

Begini, masih ingatkah kesuksesan Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo sebelum menjadi presiden dulu? Hal itu tak terlepas dari peran pers dalam memediakanya. Tanpa Media, masyarakat Indonesia takkan tahu bila bapak Jokowi adalah seorang Walikota terbaik di mata Internasional. Tanpa media, kita tidak akan tahu hal menakjubkan disaat Pak Jokowi nyetir sendiri ngantar mobil Esemka dari Solo ke Jakarta. Rasa cinta masyarakat kepada Presiden Jokowi mulai tumbuh kala itu, ditambah lagi ketika mereka mengetahui  kepiawaian dan kerendahan hati sosok seorang Jokowi membuatnya terdukung hingga jadi Gubernur DKI, mungkinkah itu tanpa media?. Hingga menjadi Presiden,  tetap saja ada upaya awak media memberitakanya. Segitu pentingnya media bagi bangsa ini.

Nah, maka dari itu, tentunya pemerintah lebih tahu cara mendukung dan menjamin kemerdekaan pers dalam bertugas.

Tapi, kemerdekaan wartawan kini bak terpijak bara hangat, bekerja tapi dirundungi kegelisahan. Bukanya tidak percaya dengan jaminan hukum yang ditetapkan, namun khawatir bila terjerat jua.

Anehnya, bila bikin berita bagus, mereka tuai apresiasi. Tapi bila mengrikitisi, meskipun bertujuan untuk mencerdaskan masyarakat, tetap saja kemungkinan serangan itu didapatkan, bahkan mungkin bisa dikriminalisasikan, mungkin ga ya?.

Ironisnya, ada juga wartawan yang menjadi tersangka akibat pemberitaanya, seperti Pemimpin Umum Jejak News yang sekarang hangat diperbincangkan.

Sedangkan, dalam penyelesaianya jika terdapat pemberitaan yang merugikan pihak lain adalah dapa ditempuh melalui hak jawab (Pasal 5 ayat [2] UU Pers) dan hak koreksi (Pasal 5 ayat [3] UU Pers). Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Jadi, sebagai penulis, saya berharap pihak penegak hukum harus jeli dalam menyikapi persoalan dan persengketaan pers. Karena, Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”) adalah lex specialis (hukum yang lebih khusus) terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), semoga bisa dimengerti, wassalam. (Oleh : Budi Gunawan/Praktisi Jurnalistik)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *