UE Nilai Pemprov Jambi Lemah Dalam Mencari Solusi Peningkatan Harga Komoditas Sawit dan Karet

Jambi I Kabardaerah.com — Evaluasi terhadap kinerja Pemerintah Provinsi Jambi dibawah kepemimpinan Fachrori Umar sebagai Plt Gubernur mengantikan Zumi Zola yang tersandung kasus ‘ketok palu’ tahun 2018 dan menyongsong tahun 2019, Usman Ermulan berikan beberapa catatan untuk pemerintahan.

Diantaranya, ekonomi Jambi saat ini dianggap masih belum menunjukkan perkembangan menggembirakan. Sebab, dalam kurun setahun terakhir nilai jual beli masyarakat dinilai belum mengairahkan seiring anjloknya harga komoditi unggulan petani, seperti karet dan sawit.

“Kita dikejutkan dengan OTT oleh KPK, sehingga membuat syok pejabat ditingkat provinsi dan sampai ketingkat kabupaten. Akibat dari itu tidak ada kegiatan yang mengangkat perekonomian rakyat Jambi ini,” ungkap Mantan DPR RI tiga priode ini, Senin (31/12/2018) kemarin.

Tetapi, saat ini harga komoditi sawit mulai menunjukan tren positif akibat penghapusan pungutan bea ekspor oleh Pemerintah Indonesia, sehingga dengan penghapusan tersebut berimbas kepada harga TBS itu sendiri. Namun, itu bukan lah program dari Pemerintah Provinsi Jambi.

“Karena baru-baru ini ada kebijakan pemerintah ada kenaikan sawit, dan itu bukan kebijakan Pemerintah Provinsi, tapi kebijakan pemerintah pusat dengan menghilangkan pungutan eksport itu,” jelasnya.

Sedangkan komoditi disektor karet terus-menerus mengalami penurunan harga sejak tiga tahun terakhir. Pada akhir Desember 2018 pemerintah melalui Disperindag mengumumkan indikasi harga karet kering (kk) 100% Rp 16.700 perkilo gram.

Menurut Mantan Bupati Tanjungjabung Barat dua priode ini, pemerintah menetapkan harga itu berdasarkan kalkulasi pasar global. Tetapi harga yang diterima oleh petani jauh dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

Maka dari itu, dia berharap ada peran nyata dari pemerintah terhadap masyarakat Jambi yang mengantungkan nasibnya kepada pemerintah dalam mengatasi selisih harga yang cukup signifikan yang diterima oleh petani.

Berdasarkan data dilapangan, Usman mengatakan terakhir harga karet dengan indikasi KK 100 persen Rp.16.500 hanya diterima oleh petani sebesar Rp. 6.700 perkilo dan itu belum lagi adanya pemotongan kadar karet.

“Karet petani yang putih (kualitas bagus) itu dibeli 6700, itu dipotong lagi kotor 10 persen, berarti diterima berkisar 6200. Sedangkan harga karet yang disiapkan oleh perdagangan itu 16. 500 berarti selisihnya hampir 160 persen. Nah bagaimana pemerintah berusaha mengecilkan selisih ini,” harapnya.

Salah satu solusi yang ditawarkannya untuk memanimalisir harga silih tersebut, pemerintah harus memberikan rekomendasi kepada pabrik agar dapat membeli langsung karet produksi petani. Sebab, selama ini masyarakat tidak dapat menjual hasil produksinya langsung kepabrik, tetapi melalui agen.

Begitu juga disarankan kepada pemerintah melalui APBD kembali menganggarkan untuk meningkatkan kualitas hasil produksi petani, diantaranya memberikan bantuan bibit berkualitas, memberikan penyuluhan agar mendapatkan harga yang layak.

“Dari 16.500 mungkin dipotong 20 persen tinggal nilainya 80 persen masih juga sekitar 13 ribu. Bila pabrik beli 13 ribu petani bisa jual diatas 10 ribu, tetapi perkebunan harus bekerja menjelaskan getah itu tidak kotor dan sebagainya,” paparnya.

Dia juga mempertanyakan, siapa yang mengambil keuntungan dari selisih harga yang mencapai 160 persen itu, maka dari itu dia menegaskan kepada pemerintah untuk berbuat dalam mengentaskan selisih harga itu.

“Lama-lama masyarakat ini susah kan habis kebun-kebunnya dijual untuk ditukar dengan beras, kasian kan, Nah, disinilah kita menghimbau keterpanggilan pemimpin,” jelasnya lagi.

Dengan kurangnya bergairah daya beli masyarakat saat ini, dia menilai pemerintah lemah dalam meningkatkan gairah ekonomi masyarakat, sedangkan ada 3.7 juta masyarakat Jambi yang mengantungkan nasibnya.

Maka dari itu kedepannya, dalam menyonsong 2019 ini, Usman berharap pemerintah daerah Jambi mampu menciptakan perekonomian masyarakat, terutama dalam mencari solusi meningkatkan harga komoditas sawit dan karet.

Selain itu menurut pandangannya, di tahun 2019 ini pemerintah harus kembali mengoptimalkan produksi eksport batubara, karena saat ini nilai eksport barubara kurang dari 1 juta metrik ton perbulan, sedangkan cadangan batubara di Jambi cukup menggeliat.

Meningkatnya jumlah exspor batu bara maka akan terjadi peningkatan ekonomi masyarakat. “Meningkatnya jumlah esxpor tidak hanya menggairahkan ekonomi masyarakat, tetapi juga menguatkan cadangan devisa berjalan Republik ini, karna saat ini cadangan devisa kita hanya 144.7 Miliar US Dolar,” bilangnya.

Dengan meningkatnya nilai ekspor tersebut, imbuhnya, secara tidak langsung rupiah akan lebih banyak beredar di daerah, sehingga pasar dan ekonomi rakyat di daerah lebih menggeliat.

Begitupun dalam penilaiannya, meningkatnya nilai ekspor tersebut, juga akan berdampak positif bagi keuangan daerah. Hal itu berdasarkan undang-undang otonomi daerah untuk bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah. Untuk daerah mendapatkan 30 persen dari hasil batubara, sedangkan minyak hanya mendapat 15 persen saja.

Penulis: Budi Harto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *