PT IKU Rampas Lahan SAD, Bupati Batanghari Digugat

 

Jambi I Kabardaerah.com — Komplik lahan antara Anak Suku Dalam (SAD) di Dusun Sialang Pungguk, Kecamatan Muaro Bulian, Kabupaten Batanghari, Jambi bersama PT Indo Kebun Unggul (PT IKU) terus bergulir.

Hingga kini persoalan tersebut terus bergulir di PTUN Jambi dengan menggugat Bupati Batanghari sebagai tergugat I, Kementerian Pertanian tergugat II dan pihak BPN sebagai tergugat III.

Komplik lahan antara SAD dan PT IKU terjadi sejak belasan tahun silam. Komplik itu bermula pada tahun 1995 silam sekelompok masyarakat yang terdiri dari beberapa desa sepakat menyerahkan lahan seluas 1600 hektar melalui KUD Sinar Tani kepada PT IKU untuk dikelola dengan pola mitra 70-30.

Radani, selaku pihak penggugat mengatakan, namun seiring waktu berjalan faktanya tidak sesuai dengan luas lahan yang disepakati sejak awal yang digarap oleh PT IKU yang mencapai hingga 2000 hektar lebih dengan mengantongi izin dari Pemda Batanghari.

Maka dari itu katanya, pihaknya menggugat Bupati Batanghari selaku pihak yang memberi izin lokasi (HGU) dan izin prinsip serta pihak BPN selaku yang mengeluarkan peta izin lokasi PT IKU.

“Awalnya kita dari empat desa sepakat menyerahkan lahan sebanyak 1600 hektar, namun faktanya didalam izin prinsip mereka (PT IKU-red) mengantongi izin dari Pemda sebanyak 2053 hektar,” ujarnya, saar dijumpai di PTUN Jambi, Rabu (20/2/2019).

Artinya kata Radani, luar dari kesepatan tersebut bukan hak pihak perusahaan untuk mengelolanya. Dan itu kata dia jelas pihak perusahaan telah melakukan penyerobotan lahan milik rakyat.

“Lahan yang diserobot itu adalah tanah ulayat. Dan kita juga sangat menyayangkan Pemerintah Batanghari tidak mengakui lahan tersebut adalah tanah adat,” katanya menjelaskan.

Mirisnya lagi, menurut Radani, pihak Pemerintah Kabupaten Batanghari yang tergabung dalam tim terpadu hanya mengakui keberadaan masyarakat SAD yang mendiami wilayah Dusun Sialang pungguk sebanyak 45 orang dari 68 orang.

Selain itu dia juga menjelaskan, sistem pola mitra yang disepakati 70 persen untuk pihak perusahaan dan 30 persennya lagi untuk masyarakat tidak terealisasi dengan baik hingga saat ini, hanya saja katanya pada saat itu ada beberapa kali masyarakat menerima hasil dari mitra tersebut.

Sementara sidang gugatan yang digelar di PTUN Jambi pada Rabu (20/2/2019) ditunda. Dan dilanjutkan dua minggu kedepan dengan agenda mendegar jawaban terhadap pihak tergugat I, II dan III.

“Persoalan ini kita gugat sejak bulan Desember tahun 2018 lalu. Dasar gugatan ini tanah adalah ulayat, pada tahun 1996 suku anak dalam kerja sama melalui koperasi kepada PT IKU dengan bagi hasil, tapi terlepas dari itu tidak ada pembagian dan suku anak dalam ditinggalkan,” Kata Fahri selaku kuasa hukum SAD.

Selain itu Fahri mengatakan, bahwa pihak SAD mendiami tanah tersebut secara turun menurun sudah sejak lama, bahkan sejak zaman kolonial belandan. Namun, secara tiba-tiba tanah yang mereka duduki tersebut sudah memiliki HGU atas PT IKU.

“Jadi jelas dugaanya dirampas, karena hingga saat ini belum ada pengalihan hak atas kepemilikan tanah dalam bentuk apa pun,” pungkasnya.

Memang diakuinya, bahwa sebelumnya ada penyerahan lahan antara SAD dan PT IKU untuk dikelola, namun tidak termasuk lahan seluas 157 hektar yang berada di Sialang Pungguk.

“Sebagai pemilik sah atas tanah tersebut para penggugat juga buktikan dengan akta – akta maupun data ontentik Surat keterangan pemilikan tanah dari kepala Desa Muara Siagian,” katanya.

Penulis: Budi Harto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *