Perkumpulan Hijau Jambi Desak Ijin Perusahaan yang Lahannya Terbakar Dicabut

JAMBI.KABARDAERAH.COM — Direktur Perkumpulan Hijau, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi, Fery menyesalkan di Provinsi Jambi masih terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dia menilai, pemerintah daerah gagal mengantisipasi terjadinya karhutla pada tahun ini. “Saya menilai pemerintah daerah telah lalai dalam mengelola lahan gambut ini. Artinya yang dibentuk BRG (Badan Restorasi Gambut) itu gagal, gagal total. Karena sudah ada api, seharusnya tidak terjadi kebakaran lahan gambut seperti saat ini,” tegasnya, Kamis (15/8/2019).
Kebakaran yang terjadi sekarang, katanya, terjadi dilahan gambut sehingga membuat petugas Satgas Karhutla kesulitan untuk memadamkan api.
Karena itu, Feri pesimis lahan gambut yang terbakar pada musim kemarau saat ini sulit dipadamkan. “Persoalannya mampu apa tidak memadamkan api di lahan gambut, karena gambut itu sudah rusak dari sebelumnya.”
Menurutnya, salah satu caranya untuk mengantisipasi kebakaran tidak meluas di lahan gambut dengan cara pembasahan total, perendaman lokasi tersebut dengan air.
“Kita saat ini tidak bisa menyalahkan tim Satgas Karhutla yang setiap hari memadamkan api di lokasi, karena tugas mereka pas ada kebakaran baru diturunkan. Nah, seharusnya sebelum terjadi kebakaran itu dikelola lahannya dengan benar,” tukas Feri.
Selanjutnya, dia mencontohkan agar adanya kebijakan disektor gambut karena yang merusak gambut adanya faktor kekeringan-kekeringan.
“Harusnyo BRG, pihak perusahaan dan Gubernur bisa mengelola lahan gambut itu. Seharusnya ado komitmen dalam bentuk kerja dari Gubernur,” ungkapnya.
Dengan adanya kejadian ini, dirinya teringat Badan Restorasi Gambut (BRG) menggelar Joint Symposium pada 31 Mei 2016 lalu soal Merestorasi Gambut Indonesia, di Ruang Rimbawan 1, Manggala Wanabakti.
“Kegiatannya saat itu, dimaksudkan untuk memperkuat komitmen 11 Perguruan Tinggi dan Pemimpin Daerah yang ada di wilayah daerah rawan kebakaran lahan dan gambut,” ujarnya..
Saat itu, imbuhnya, secara konkret komitmen mereka telah disepakati bersama dalam MoU yang telah ditandatangani sebagai keseriusan mereka untuk berkontribusi secara nyata merestorasi gambut di wilayahnya masing-masing.
“Pada saat itu, Gubernur Jambi masih Zumi Zola menyampaikan salah satu komitmennya adalah, “Apabila ada perusahan yang lalai ketika lahannya terbakar tetapi tidak cepat memadamkan, maka saya sendiri yang akan merekomendasikan untuk dicabut izinnya”.
“Artinya apa? Pemerintah daerah sekarang harus melanjutkan penelitian-penelitian yang menjadi komitmen Zola. Itu supaya tidak gagal dalam mengantisipasi kebakaran lahan di Provinsi Jambi,” tutur Feri.
Ironisnya, sejak awal tahun kemarin sudah ada warning dari BMKG Jambi. “Setahu saya, sebelumnya BMKG sudah memberikan warning akan adanya kemarau panjang. Seharusnya semua pihak sudah hati-hati karena lahan gambut itu kalau sudah kering akan mudah terbakar,” tegasnya.
Dia sangat setuju dengan sikap mantan Gubernur Jambi Zumi Zola yang akan merekomendasikan untuk dicabut izin perusahaannya jika kawasan lahannya masih terbakar.
“Kalau masih juga ada kebakaran lahan gambut di kawasan perusahaannya, rekomendasi perizinannya agar dicabut. Tidak bisa diantisipasi dengan nyiram-nyiram kayak sekarang ini,” tukas Feri lagi.
Dia juga tidak menyalahkan pihak TNI, Polri yang bertugas memadamkan api di lahan yang terbakar. “Kalau hanya ngasih duit, pas ada emergency maka akan terjadi kebakaran terus. Saat ini yang didesak, yo pemerintah daerah karena gagal untuk mengantisipasi karhutla,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Feri juga menyalahkan kebijakan pemerintah pusat dalam hal restorasi gambut, karrna semua sumber kebijakan perizinan yang menyebabkan gambut terbakar semua di pusat.
“Dan presiden juga sudah membentuk BRG untuk mengatasi kebakaran di gambut, seharusnya dikasih kewenangan penuh, jangan hanya jadi bamper dan untuk melepaskan tanggung jawab bila terjadi kebakaran di lahan gambut, sementara kewenangannya masih tetap di Kementerian LHK,” tegasnya.
Feri juga menduga, yang merusak gambut hingga membuat kering dan rentan kebakaran adalah izin konsesi HTi, HPH, dan perkebunan besar kelapa sawit. “Mereka ini yang membuat kanal-kanal untuk membut kering gambut agar bisa ditanamin untuk mengali kayu-kayu dari HPH.”
Dari data yang didapat, kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi semakin hari semakin meluas. Tercatat sejak Januari – Agustus 2019 terdapat 350 hekatar lahan yang sudah terbakar termasuk lahan milik perusahaan.
Wilayah yang menjadi kawasan terluas karhutla, yakni berada di Kabupaten Muarojambi, lantaran lahannya terdapat gambut.
Azhari 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *