Ketua FJM Jambi Kerahkan “Wartawan Internasional” Kunjungi Kebun Teh Kerinci

JAMBI.KABARDAERAH.COM, Kerinci — Puluhan jurnalis yang tergabung dari Forum Jurnalis Migas (FJM) Provinsi Jambi, Kamis (10/1/2019) berkesempatan refreshing bersama SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Sumbagsel dalam kegiatan media gathering.
Kali ini, puluhan media Jambi tersebut diajak ke Kabupaten Kerinci, guna melihat kebun teh Kayu Aro.
Menurut Ketua FJM Provinsi Jambi, Mursid Songsang, yang ikut media gathering SKK Migas dan KKKS Sumbagsel ini ada sekitar 75 orang, semuanya dari wartawan internasional.
“Kenapa saya bilang wartawan internasional, karena beritanya sudah bisa dibaca dimana-mana. Karena tidak ada lagi konotasi media regional, nasional lagi, semua media yang datang adalah “media internasional” semua,” ungkapnya.
Dia menambahkan, alasan media gathering dilaksanakan di Kerinci karena FJM Jambi telah berdiri dari tahun 2014 lalu sudah sering keluar Jambi.
“Tahun ini ke Kerinci, semoga semuanya dapat mengekspos teh Kayu Aro ini,” tukas Mursyid singkat.
Asisten Kepala Unit Usaha Kayo Aro PTP Nusantara VI, Heri Kurniawan, mengatakan saat ini luas perkebunan teh Kayu Aro sekitar 1.973 hektar yang terdiri dari 5 afdeling. Serta ditambah 1 afdeling kebun teh seluas 500 hektar.
Diakuinya, saat ini, untuk memetik pucuk teh telah menggunakan teknologi, hanya sisa sekitar 20 persen lagi menggunakan tradisional.
“Untuk pemetikan yang menggunakan mesin sekitar 80 persen, dibandingkan dengan manual,” tuturnya.
Hal tersebut bukan tanpa alasan. Menurutnya, karena pemuda-pemuda sekarang sebagian sudah tidak lagi mau memetik teh, lantaran gengsi.
“Kebun teh di Kayu Aro ini kan merupakan peninggalan dari Belanda. Jadi remaja-remaja sekarang ini sudah agak gengsi untuk memetik teh,” imbuh Heri.
Dia menilai, pemuda sekarang yang bekerja sebagai pemetik teh ibaratnya menjadi buruh. “Jadi untuk mensiasati itu kita harus menggunakan teknologi,” tegasnya.
Karena itu, sambungnya, pemuda sekarang yang masih mau memetik teh tidak mau lagi menggunakan alat manual, inginnya bekerja menggunkan teknologi.
“Mereka beralasan bekerja harus simple, tapi menghasilkan banyak,” ungkap Heri.
(azhari)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *