Kopi Arabika Kerinci, Hasilkan Citra Rasa dan Objek Wisata yang Mendunia

JAMBI.KABARDAERAH.COM — Objek wisata di Kabupaten Kerinci, Jambi tidak hanya keindahan Gunung Kerinci, kebun teh dan lainya, namun sudah merambah ke perkebunan kopi.
Hebatnya lagi, hasil dari perkebunan kopi di Desa Jernih Jaya, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi ini sudah mendunia.
Bagaimana tidak, hasil olahan kopi Kerinci yang terkenal dengan sebutan Kopi Arabika tersebut tidak hanya dikonsumsi warga lokal saja, tapi sudah mendunia.
Buktinya, sejak beberapa tahun ini Kopi Arabika Kerinci sudah menembus pasaran dunia. Bukan hanya negara tetangga, seperti Australia, Malaysia dan Singapura, negara di benua Eropa, seperti Belgia, Amerika sudah berulang kali memesan produksi kopi tersebut.
Seperti yang diakui Triyono, Ketua Koperasi Kerinci Barokah Bersama, bahwa kopi asal Kerinci sudah bisa dikatakan mendunia.
Menurutnya, yang datang kemari sudah tidak lagi pembeli kopi saja tapi sudah menjadi tempat wisata dunia. “Yang datang tidak hanya wisatawan lokal saja, tapi mancanegara. Diantaranya, Malaysia, Singapura, Australia, Amerika dan Belgia,” ujarnya saat ditemui di kawasan Desa Jernih Jaya, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi.
Berbagai tanggapan terlontar dari bibir para pengunjung penikmat kopi tersebut. “Dari pengunjung lokal dan mancanegara, rata-rata mereka puas menikmati rasa Kopi Arabika Kerinci. Terutama turis dari Australia, Belgia dan Amerika,” tukas Triyono.
Disamping itu, katanya, para turis asing tersebut sangat betah selama berada di Kerinci. “Menurut mereka, suasana di Kerinci masih dingin, sejuk dan ramah dan betah selama berkunjung.”
Namun, diantara berbagai negara tersebut, soal rasa kopi tiap negara memiliki penilaian rasa yang berbeda-beda.
“Turis Amerika lebih senang Kopi Arabika jenis semi was, Belgia honey labu, dan Australia jenis honey,” tuturnya, Rabu (27/11/2019).
Dia menambahkan lagi, diantara turis penikmat kopi hanya Kopi Kerinci ini yang berbeda dari kopi yang ada di Sumatra, seperti kopi Mandailing dan lainnya.
“Rasanya cukup unik. Kopi Arabika Kerinci ini, rasanya berbeda tidak berbau tanah. Rasanya ada kebuah-buahan dan bau bunga, seperti rasa buah, grand apel dan ada rasa aroma bunga kopi, mirip jasmin. Makanya, mereka lebih memilih Kopi Kerinci,” ungkap Triyono.
Beruntung, perkebunan kopi dibawah pimpinannya mendapatkan atensi dari berbagai pihak, baik dari pemerintah provinsi dan kabupaten.
“Alhamdulillah, selama ini kita mendapatkan suport dari Dinas Perkebunan kabupaten, Disperindag provinsi,” tuturnya.
Selain itu, katanya, juga ada bantuan dari Bank Indonesia yang sifatnya fleksibel dan bantuannya selalu tepat guna serta sesuai dengan keinginan.
“Kita berterimakasih, semua yang dibantu cukup mendorong kemajuan Kopi Kerinci sehingga dikenal ke mancanegara seperti saat ini,” ungkap Triyono.
Selama ekspor kopi, diakuinya, baru di tahun 2019 terbanyak. “Bila sesuai kontrak Agustus, ekspor kopi Kerinci ke Belgia sampai 15,6 ton, padahal sebelumnya hanya 9 ton,” tegasnya.
Tidak hanya itu, pihaknya pada tahun 2017 juga mengirimkan kopi hasil produksinya ke Australia dan Amerika. “Kita pada dua tahun lalu, juga pernah mengekspor kopi Kerinci jenis Arabika. Namun, dengan pembeli yang berbeda,” tukas Triyono.
Meski demikian, masih ada kendala yang terus dihadapinya selama ini. Menurutnya, kendalanya saat ini adanya alat yang belum dimiliki petani kopi, yakni alat sortir kopi.
“Alat sortir kopi ini sangat mempercepat proses pemilihan hasil kopi yang terbaik. Untuk saat ini masih menggunakan alat manual, yakni menggunakan tenaga manusia. Bila ini ada pengelolahanya bisa lebih efisien lagi dan volume hasilnya akan lebih optimal lagi,” papar Triyono.
Keberhasilan yang diraihnya jangan dilihat dari sekarang. Tapi, jauh dari sebelumnya Triyono sudah berjibaku sebagai petani kentang.
Berbekal pengalamannya, pada tahun 2012 lalu, dia nekat beralih menjadi petani kopi. Beruntung pilihannya tepat, sehingga pada tahun 2014 hasilnya sudah dirasakan oleh keluarga dan puluhan anggota koperasinya.
Baginya, menanam kopi lebih menguntungkan dari menanam sayuran lainnya. “Kita kalau menanam sayur, 3 bulan sekali bisa panen. Tapi kopi beda, panennya terus sepanjang tahun. Kita bisa panen terus,” ujar ayah tiga orang putra ini.
Triyono juga menilai, bahwa kopi di setiap daerah selalu memiliki rasa berbeda. “Di setiap daerah pasti mempunyai rasa keunikan tersendiri. Lantaran itu, bagi penikmat kopi agar bisa menjaga kelestariannya temasuk masyarakatnya.”
Untuk memenuhi kebutuhan kopi luar negeri, Triyono terus berupaya memaksimalkan perkebunan kopinya yang seluas kurang lebih 240 hektar.
Diakuinya, sejak mendapatkan binaan dari Bank Indonesia Jambi sejak akhir 2017, Koperasi Koerintji Barokah yang dipimpinnya kini mampu menghasilkan sekitar 7 ton per bulan kopi siap ekspor.
“Sebelum di bawah binaan BI Jambi, kami hanya mampu memproduksi 2 ton. Dan koperasi kami terdapat 270 petani kopi yang tergabung dalam 8 kelompok tani,” ujar Triyono.
Dia berharap, kopi menjadi penghasilan utama yang menjanjikan bagi petani. “Dengan kopi, saya berharap petani bisa semakin sejahtera. Dengan sejahteranya petani dengan kopi, pelaku petani tidak lagi merambah atau memperluas lahan perkebunannya. Justru petani bisa mengoptimalkan kopinya sehingga menghasilkan dan berguna bagi perekonomian keluarga,” imbuhnya.
(azhari)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *