OPINI  

Pilkada Dalam Dilematis (1)

Oleh : M. Chudori (Content Creator YouTube : DORIBae Channel)

DI TENGAH keterpurukan ekonomi nasional dan kian meranseknya Coronavirus Covid-19, Pilkada serentak 2020 yang menelan biaya puluhan triliun rupiah, akan tetap dilaksanakan.

Padahal ancaman virus ini kian mengerikan sejak New Normal diberlakukan. Bila sebelumnya yang terjangkit atau meninggal dunia banyak dari masyarakat umum dan petugas medis, kini mulai dari bayi hingga pejabat dan mantan pejabat tinggi negara telah menjadi korban.

Bahkan dalam bulan-bulan terakhir, covid-19 telah membunuh sejumlah pejabat daerah. Mulai dari walikota, bupati hingga sekda. Bahkan seorang komisioner KPU pusat terkonfirmasi positif virus membahayakan ini. Sederet kepala daerah lain pernah pula terpapar dan dirawat. Termasuk saat ini Walikota Jambi Sy Fasha dan anaknya Raehan Syahputra Fasha masih dalam perawatan.

Hanya saja pemerintah pusat dan daerah (kecuali Pemda DKI) tidak seagresif, terbuka dan seketat dulu penanganannya. Kenapa? Karena kita sudah diharuskan ke tahap New Normal. Geliat ekonomi harus bergerak aktif, terutama sektor UKM. Katanya masyarakat harus bisa “bersahabat” dengan corona virus. Artinya, siapa yang kuat, dia yang bertahan. Tinggal kedisiplinan kita mematuhi protokol kesehatan.

Lalu bagaimana dengan perhelatan Pilkada serentak 2020? Hajatan demokrasi ini mau tidak mau juga harus dilaksanakan. Selain menjalankan amanat undang-undang, anggarannya pun sudah dialokasikan, Rp 15 triliun lebih untuk 270 daerah. Belum termasuk pembiayaan APD penyelenggara sebesar Rp 5,1 triliun.

Ada Rp 20 triliun uang rakyat harus dipakai untuk pesta pemilihan para kepala darah di tahun ini. Jumlah yang amat pantastis di tengah terpuruknya ekonomi masyarakat dan ancaman resesi ekonomi nasional. Apakah uang sebanyak itu bisa berefek langsung pada pergerakan ekonomi masyarakat melalui Pilkada?

Asal tahu saja, Badan Pusat Statistik mencatat angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Dengan posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi 9,78 persen. Lalu seperti apa penanggulangan kemiskinan dan membludaknya pengangguran saat ini? Tulisan ini tidak membahas soal itu.

Fokus saya adalah—bagaimana masyarakat—khususnya di Jambi, benar-benar memanfaatkan hak pilihnya secara bijak. Bagaimanapun, itu adalah uang yang tidak sedikit jumlahnya dan akan menjadi sia-sia bila pada Pilkada kali ini kita salah menggunakan logika dan akal sehat.

Menurut saya, kita harus bisa menganalisa dan memutuskan siapa calon kepala daerah; gubernur ataupun bupati, yang harus kita pilih secara tepat. Kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional seorang Cakada adalah kesatuan padanan yang wajib menjadi takaran kita sebelum menentukan pilihan.

Jangan sekali-kali kita menjatuhkan pilihan karena uang seratu ribu atau dua ratus ribu. Walau uang sebanyak itu sangatlah bermanfaat di tengah kondisi pandemi ini, tetapi bisa merugikan diri kita sendiri. Sebab yang kita butuhkan adalah pemimpin yang kelak mampu menanggulangi kepelikan ekonomi rakyat yang kini terus digerus oleh kemiskinan.

Figur pemimpin yang tulalit, yang tidak visioner dan hanya mengandalkan uang untuk membujuk rakyat, sangatlah tidak pantas kita sandarkan untuk masa depan kita. Apalagi sosok pemimpin yang hanya menjadi boneka bagi lingkungannya untuk mengeruk kekayaan. Begitupun figur yang suka PHP dengan janji-janji irasional dan hanya mahir dengan “pencitraan” basi.

Kita butuh pemimpin yang cerdas, gesit dan cekatan. Sosok yang bisa diandalkan untuk bertindak cepat dalam pemulihan ekonomi masyarakat akibat dihempas gejolak ekonomi karena pandemi ini. Kesampingkanlah pemikiran-pemikiran sempit dan primordialisme, bila kita ingin selamat dari keterpurukan.

Seperti halnya masker yang wajib kita pakaian saat ini, jangan sesekali kita anggap sepele dalam menentukan figur Cakada yang kita pilih. Ke depan, peran pemerintah daerah sangatlah dominan dalam penanganan pemulihan ekonomi rakyat. Pemerintah pusat tidak akan mampu memikul beban secara keseluruhan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Artinya, sekarang kita butuh pemimpin yang cerdas; yang mampu menterjemahkan serta mengaplikasikan semua green design dan platform PEN dimaksud secara cepat dan tepat. Salah dalam menganalisa, lelet atau tulalit alias telat mikir, maka hanya petaka yang semakin menyengsarakan rakyat. Jangan sampai daerah lain berpacu membangkitkan ekonomi pasca pandemi, sementara kita masih berkubang lumpur kemiskinan akibat pemikiran sempit dan kedunguan.

Mari kita buktikan, rakyat Jambi lebih cerdas dalam memilih pemimpin!!

Jambi, 19 September 2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *