Pemahaman Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran Nama Baik (Cyber Crime) Dalam Perspektif UU ITE



JAMBI.KABARDAERAH.COM — Diera globalisasi sekarang ini telah menyebabkan terjadinya perkembangan diberbagai sektor, salah satunya adalah sektor teknologi informasi dan komunikasi. Derasnya arus kemajuan teknologi dalam berkomunikasi membuat media sosial juga semakin berkembang, dan ini menjadi kekhawatiran akan membawa dampak buruk terhadap kehidupan sosial masyarakat, khususnya di indonesia. Dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya media sosial ialah munculnya kejahatan-kejahatan baru yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi dan menyebabkan persoalan-persoalan hukum baru, seperti timbulnya kejahatan siber (cyber crime). Maraknya tindakan kejahatan yang dilakukan di dunia maya seperti cyber bullying, cybersquatting, hate speech, hoax, dan pencemaran nama baik. Bagaimana upaya mengatasi tindak pidana cyber crime menurut hukum positif Indonesia, dapat dipahami sebagai berikut. Undang-Undang ITE tidak mengatur secara khusus hal-hal yang menyangkut cybercrime, Pemerintah dalam membentuk Undang-Undang ITE ini masih menggunakan pendekatan politis-pragmatis, bukan menggunakan pendekatan kebijakan publik yang melibatkan lebih banyak kalangan. UU ITE ini lebih banyak mencermati transaksi elektronik yang dipakai dalam dunia bisnis. Kondisi saat ini di dunia maya atau di dunia siber sangat lebih luas dan kompleks dari sekedar transaksi elektronik. Ketentuan-ketentuan yang menyangkut tentang pelaksanaan perbuatan jahat atau perbuatan yang dapat dihukum belum masuk dalam Undang-Undang ITE seperti kelalaian atau khilaf. Undang-Undang ITE ini juga tidak mengatur kapan kadaluwarsa perbuatan pidana kejahatan hacking. Optimalisasi UU ITE dapat mempermudah kepolisian dalam melakukan investigasi kejahatan cyber crime,  khususnya dalam mengumpulkan alat bukti berdasarkan pasal 5 dan pasal 44 UU ITE. Pendekatan budaya atau cultural perlu dilakukan untuk membangun atau membangkitkan kepekaan warga masyarakat dan aparat penegak hukum terhadap masalah cyber crime dan menyebarluaskan atau mengajarkan etika bermedia sosial.

Perkembangan kejahatan pencemaran nama baik cukup pesat. Dengan dampak negatif yang diakibatkan oleh kejahatan pencemaran nama baik di media sosial ini didalam kehidupan bermasyarakat yaitu masyarakat jadi tidak mengetahui lagi mana berita atau informasi yang benar atau yang salah atau bisa di bilang masyarakat sekarang kebingungan dalam mengelolah informasi yang di dapat dari media sosial. Pasal yang mengikat bagi pelaku pencemaran nama baik ini yaitu Pasal 27 ayat (3), Pasal 45 ayat (1) UU ITE dan Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 311 ayat (1) KUHP. Upaya penagggulangan yaitu memberi pemahaman kepada masyarakat tentang hukum yang berlaku saat ini dan penyuluhan atau himbauan atau bimbingan kepada masyarakat tentang larangan penyalah gunaan media sosial atau bijak didalam bermedia sosial. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik juga diatur secara rinci dalam KUHP dirumuskan dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Unsur unsur Pencemaran Nama Baik atau penghinaan menurut Pasal 310 KUHP adalah: 1. dengan sengaja; 2. menyerang kehormatan atau nama baik; 3. menuduh melakukan suatu perbuatan; 4. menyiarkan tuduhan supaya diketahui umum. Apabila unsur-unsur penghinaan atau Pencemaran Nama Baik ini hanya diucapkan (menista dengan lisan), maka perbuatan itu tergolong dalam Pasal 310 ayat 1 KUHP. Namun, apabila unsur-unsur tersebut dilakukan dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan (menista dengan surat), maka pelaku dapat dijerat atau terkena sanksi hukum Pasal 310 ayat 2 KUHP. Namun tidak semua tindak pidana pencemaran nama baik dapat dipidana, jika perbuatan tersebut terang dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk beladiri (Pasal 310 ayat 3 KUHP). Tapi harus diingat penyampaian kritik atau pendapat dilindungi oleh Hak Asasi Manusia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Didalam UU ITE, tindak pidana Pencemaran Nama Baik diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yaitu dalam Pasal 27, 28 dan Pasal 29 yang melarang mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik, yang memiliki muatan penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik. Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang ITE, untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencemaran nama baik, maka harus dibuktikan unsur-unsur sebagai berikut : Adanya kesengajaan, Tanpa hak (tanpa izin), Bertujuan untuk menyerang nama baik atau kehormatan, Agar diketahui oleh umum, selain itu juga Pencemaran Nama Baik juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Pasal 36 ayat 5 tentang Penyiaran, yang menyatakan Isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong. Namun dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial telah diatur dalam KUHP dalam pasal 183 yang didalamnya berhubungan dengan keyakinan hakim dalam menjatuhkan hukuman, tidak terlepas dari pembuktian yang telah diatur dalam pasal 183 KUHAP. Dalam menjatuhkan hukuman, ada 3 pilihan kemungkinan yang dapat dijatuhkan hakim kepada pelaku tindak pidana pencemaran nama baik yaitu, pemidanaan, putusan bebas, dan lepas dari segala tuntutan hukum. Hakim pun menggunakan teori atau pendekatan dalam menjatuhkan hukuman agar dapat melihat seberapa besarkah hukuman yang akan diberikan kepada pelaku serta hakim harus melihat unsur-unsur dari yang berhubungan dengan tidak pidana yang dilakukan pelaku agar mendapatkan keyakinan yang adil dalam menjatuhkan hukuman.


Penulis: Sabri Yanto, S.H., MH. (Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Jambi) NIM P3B120005

Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu Prof. Dr. Elita Rahmi, S.H., MH.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *