Partai Demokrat Menghidupi dan Selamatkan Demokrasi Indonesia

JAMBI.KABARDAERAH.COM – Berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) 2021, indeks demokrasi di negara Indonesia menurun. Namun di era pemerintahan saat ini, Partai Demokrat tetap bereksistensi menghidupi dan menyelamatkan demokrasi.

Hal itu terbukti dengan visi Partai Demokrat, yakni Partai Demokrat bersama masyarakat luas berberan mewujudkan keiinginan luhur rakyat Indonesia agar mencapai pencerahan dalam kehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, menjunjung tinggi semagat nasionalisme, humanisme dan internasionalisme, atas dasar ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa dalam tatanan dunia baru yang damai, demokratis dan sejahtera.

Partai Demokrat yang sekarang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tidak segan-segan untuk mengkritik pemerintah saat ini, yang seringkali memberi label tidak nasionalis ke pengkritiknya. Dalam sebuah kanal youtube CSIS Indonesia, AHY mengatakan, kritik merupakan faktor penting yang memungkinkan adanya perbaikan dalam tata kelola pemerintahan dan kebijakan.

“Bagi kami, sikap dan posisi kritis seperti itu adalah sesuatu yang fundamental. Alasan kami sederhana, dan hanya satu, yaitu Partai Demokrat ingin pemerintah sukses, karena jika pemerintah sukses, maka negara dan rakyat kita akan selamat,” katanya.

AHY pun mendorong pemerintah dan kelompok pendukungnya untuk tidak menyalahartikan kritik yang disampaikan oleh berbagai kelompok masyarakat, termasuk oposisi, insan pers, aktivis dan organisasi masyarakat sipil. AHY juga menyebut seringkali para pengkritik dicap atau diberi label tidak nasionalis alias tidak Merah Putih. Namun, AHY menolak label tersebut.

“Menurut kami yang tidak Merah Putih adalah mereka yang berdiam diri ketika tahu ada yang keliru di negeri ini, atau mereka yang hanya berdiam diri menunggu pemimpinnya berbuat salah dan negaranya gagal,” tegasnya.

Kendati demikian, dilihat di sejumlah media, jika dibandingkan era pemerintahan saat ini (Joko Widodo) yang dikuasi oleh partai PDI Perjuangan, banyak oposisi yang ditangkap aparat sebagai tahanan politik. Namun semasa Partai Demokrat yang berkuasa yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono, tidak satu pun opisisi dan para pengkritik lainnya ditangkap.

Sebagai contoh, pada periode kedua SBY-Boediono, di 100 hari pemerintahan. Banyak berbagai aksi yang dilakukan di Ibu Kota, khusunya yang mengatasnamankan “PETISI 28” yang tergabung dari elemen masyarakat, mahasiswa dan dengan membawa bendera panji. Lebih parahnya, Kerbau pun dibawa dalam aksi tersebut dengan menempel poster bermuka SBY.

Namun, SBY pun menanggapinya dengan santai dan membuktikkannya dengan cara bekerja keras. Bahkan, para pengikutnya pun tidak ada yang melaporkan ke aparat sebagai penghinaan, sebabnya SBY sudah menekankan untuk mengidupi demokrasi di Indonesia. Berbeda dengan era sekarang, yang di mana panji-panji dilarang dikibarkan dalam sebuah aksi untuk mengekspresikan, dan rentan dengan sebuah pelaporan penghinaan dan dugaan bahwa oposisi yang menungangi massa.

Tetapi berbeda dengan SBY, dalam sebuah wawancara, SBY tidak pernah menuduh oposisi tunggangi massa pendemo. SBY mengatakan, bahwa sebagai pemimpin memang harus siap untuk dikritik, dihujat dan di fitnah. Namun, itu lah resikonya pemimpin yang mengemban amanah.

“Harus siap yang saya alami dulu, dikritik difitnah, dihujat, kadang dikeheningan malam bersedih, beginilah sedang mengemban amanah. Tapi percayalah akan kita lalui semua. Saya kuat, kalau tidak kuat tidak selesai saya mengemban tugas sebagai presiden, kalau tidak kuat tidak mungkin bekerja meninggatkan ekonomi, menjaga demokrasi, tegaknya hukum dan keadilan, hubungan internasional baik. Kebetulan almarhumah mendukung sikap dan tindakan saya,” ucap SBY.

SBY pun menjelaskan, bahwa “Suudzon itu tidak baik, misalnya PDIP perjuangan, yang saat itu opsisi pemerintahan saya, saya tetap menjaga hubungan baik. Saya pun Lebih baik sangka dari pada buruk sangka. Kuncinya adalah respek pada pendahulu, menghormati siapa pun, tidak suudzon, sebab buruk sangka bisa salah berdosa kita,” katanya lagi.

Kemudian yang di mana masa pemerintahan SBY banyak menuai kritik, dihina dan fitnah. Ani Yudhoyono pun mengalami luka hati yang mendalam. Namun, dia pun tidak memiliki dendam dan tidak beniat untuk melaporkan ke aparat, melainkan menerima dan mencoba untuk tetap sabar. Ani Yudhoyono yang selalu mendampingi SBY selama 2 periode melihat bahwa SBY bekerja extra keras demi mewujudkan komitmen untuk rakyat. Tetapi sebagian rakyat tidak menerima dan mengepresikannya di dalam sebuah aksi. Dalam sebuah kanal Youtube, Ani Yudhoyono mengatakan, bahwa “Tanpa sadar air mata menetes di sudut mata, mudah-mudahan kami kuat dan sabar. Kami melalui itu semua dengan cara berzikir dan berdoa,” ungkapnya.

Usai menjabat sebagai Presiden, SBY pun tetap bereksistensi dalam sebuah kritik. Dirinya, mengkritik tentang pencanangan infrastruktur Presiden Joko Widodo. Katanya, pembangunan infastruktur tidak perlu menyedot dana yang terlalu besar dan mengorbankan anggaran bantuan untuk rakyat. Sehingga rakyat dibuat susah.

“Saya tidak setuju untuk menggunakan infrastruktur, tapi ingat jangan APBN untuk diserap habis atau terlalu banyak untuk infastruktur, lantas untuk membatu rakyat kecil menjadi tidak ada. Infsturktur bisa diambil dari APBN buymn dan dana swasta,” cetusnya.

Melalui hal itulah, bahwa Partai Demokrat yang berlambangkan Mercys itu terus menghidupi bahkan menyelamatkan demokrasi di Negara Indonesia.

[febriyogi ramadhani]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *