UMUM, VIRAL  

Tim Reaksi Cepat PPA Jambi Datangi Rumah Anak yang Viral Dilempar ke Sungai

JAMBI.KABARDAERAH.COM — Pasca viralnya seorang ayah lempar bocah ke sungai yang jadi habitat buaya pada Minggu (11/9) lalu di Desa Teluk Dawan, Kecamatan Muara Sabak Barat, Kabupaten Tanjungjabung Timur, Provinsi Jambi, Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (TRCPPA) wilayah Jambi, Bayu Anugerah beserta rombongan langsung turun ke lapangan untuk mengecek kebenaran yang terjadi.

Selain ke rumah korban, mereka juga mengunjungi ketua lembaga adat, Polres Tanjungjabung Timur. Kedatangan mereka guna konfirmasi berita yang beredar, agar dapat dilakukan langkah yang tepat.

Dari hasil keterangan yang didapat, ujar Bayu, kejadian itu bermula saat sang anak diantar orangtuanya bernama Fauzan untuk pergi mengaji.

Namun, sang anak malah pulang kembali ke rumah dengan harapan bisa ikut sang ayah. Dikarenakan ada urusan, sang ayah tidak mengizinkan untuk anaknya ikut.

Saat itu, bocah berinisial R (6) malah disuruh kembali untuk tetap mengaji. Akan tetapi, si anak tetap menolak. Bahkan, si anak melempar sendal sang ayah ke sungai.

Kemudian, ayahnya menyuruh mengambil sendal yang telah dilempar anaknya. Namun, bukannya mentaati perintah ayahnya, ia justru menolak sembari berucap perkataan kasar kepada ayah kandungnya.

Akibat perkataan kasar tersebut, membuat dirinya emosi. Bahkan, sang ayah tega melempar anaknya ke tepian sungai. Hebohnya lagi, perbuatan tersebut berujung viral di media sosial (medsos).

Akibatnya, Fauzan berurusan dengan pihak kepolisian. Dia harus mendekam di hotel prodeo Polres Tanjab Timur selama dua hari.

“Ayah korban sempat ditahan dua hari oleh polisi, tapi saat ini telah diberikan penangguhan untuk dibebaskan. Ia hanya wajib lapor, dikarenakan alasan ekonomi keluarga dan pernah mengidap gangguan kejiwaan,” kata Bayu.

Padahal, hal tersebut haruslah mengacu kepada prosedur yang berlaku. Menurutnya, mendidik anak di era sekarang haruslah dibedakan dengan mendidik anak di masa dahulu.

“Karena mendidik menggunakan kekerasan terhadap anak bukanlah sebuah solusi yang solutif, malah akan menimbulkan rasa trauma dan tersimpan di dalam memori sang anak,” ujarnya.

Dia menilai, anak akan menjadi seperti apa yang ia lihat, bukan apa yang ia dengar. “Jadi tindakan sang ayah akan menjadi contoh bagi anak tersebut. Dengan memukul dan melempar ke sungai, orang tuanya tidak memberi contoh cara sehat untuk mengatasi rasa amarah,” imbuhnya.

Disamping itu, lanjutnya, apabila ada orang tua mengidap gangguan kejiwaan harus dilakukan rehabilitasi, karena kalau tidak rehabilitasi kejiwaan sukar menjamin sang ayah untuk tidak melakukan hal yang sama dikemudian hari.

Untuk faktor ekonomi, sambungnya, seharusnya pemerintah wajib membiayai kebutuhan sang anak dan sang istri yang sedang mengandung hal ini mengacu kepada UUD 1945 Pasal 28B ayat (2): setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

“Kita lihat kembali dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 perlindungan dan pemenuhan hak asasi anak menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orangtua,” ungkap Bayu.

Sedangkan pemerhati pendidikan anak, Yulia Wati yang akrab disapa Bunda Ully selaku KORDA Tanjungjabung Barat menambahkan, melihat dari perilaku anak dan lingkungan saat berada di TKP, anak sebaiknya mendapat binaan khusus sejak dini, untuk mengontrol dan merubah kebiasaan sang anak.

“Ini dikarenakan si ayah punya riwayat gangguan jiwa. Jadi sebaiknya juga dilanjutkan rehab atau pengobatan supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, mungkin sedikit dianggap terlalu membesarkan, namun efek kebiasaan yang menyimpang hari ini akan dapat jadi bencana di waktu akan datang.

Disisi lain, lanjutnya, anak harus dipantau perkembangannya, karena yang menjadi kebiasaan pemberian bantuan hanya pada saat viral saja, ketika sudah selesai, bantuan akan dikesampingkan.

“Pengawasan terhadap anak dan sang ayah pun harus dikontrol terus, dan ini perlu adanya pendampingan oleh pemerintah setempat,” tutup Yulia Wati.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *