JAMBI.KABARDAERAH.COM — Direktur Eksekutif Lembaga Riset Politik Jambi, Pahrudin HM menilai, isu penundaan Pemilu 2004 lantaran para ketua umum partai politik gagal masuk menjadi calon presiden (capres) potensial.
Seiring berjalannya waktu, dan dinamika perpolitikan di Indonesia, usulan ini diduga atas desain pemerintah (melalui salah satu menteri) untuk mengamankan projek-projek yang tertunda, seperti Ibu Kota Negara (IKN).
“Pada awalnya, saya menduga isu penundaan pemilu 2024 adalah upaya para ketum parpol yang gagal masuk sebagai capres potensial,” ujarnya, Kamis (3/2/2022).
Menurutnya, ini terlihat dari Muhaimin (PKB) yang mengusulkan pertama kali dari ketum parpol, diteruskan oleh Airlangga (Golkar) dan Zulhas (PAN).
“Ketiganya para ketum parpol yang tidak dilirik publik dalam survei capres 2024. Tetapi melihat perkembangan terkini, ternyata usulan ini atas desain pemerintah (melalui salah satu menteri) untuk mengamankan projek-projek yang tertunda, seperti IKN,” ungkap Pahrudin.
Dia menambahkan, sepertinya nama-nama yang berpeluang besar menggantikan Jokowi di Pilpres 2024 tidak ‘satu gerbong’ dengan pemerintah sekarang.
Bahkan, katanya, bisa saja kalau ternyata nama-nama capres potensial yang sekarang beredar kemudian menang di Pilpres 2024 membatalkan projek-projek yang ada saat ini, seperti IKN tersebut.
“Kalau terjadi penundaan tentu secara esensial adalah pengkhianatan terhadap demokrasi yang kita sepakati bersama,” tuturnya.
Menunda Pemilu 2024, sambungnya, berarti menciptakan pemerintahan yang otoriter karena tidak didasarkan pilihan publik dalam pemilu yang demokratis.
“Aspirasi-aspirasi publik akan semakin sulit diwujudkan, karena pemerintah lebih pada melayani kebutuhan-kebutuhan kelompok tertentu yang berkepentingan dengan penundaan pemilu,” imbuhnya.
Pahrudin juga menegaskan, penundaan pemilu ini akan semakin menumbuhkan oligarki politik-ekonomi. “Kebijakan-kebijakan negara lebih banyak untuk kepentingan elit-elit, karena wakil rakyat tidak lagi legitimate,” sebutnya.
(azhari)