OPINI  

Tiger Bone

Perburuan dan perdagangan kulit dan tulang serta bagian organ tubuh Harimau Sumatera diduga masih ada di Hidden Market atau Clandestin Market baik di Indonesia maupun mancanegara.

Melansir dari Kompas.com (Juli 2020), Ancaman kepunahan terhadap Harimau Sumatera pun membayangi. Ancaman kepunahan itu diantaranya disebabkan oleh semakin berkurangnya habitat, berkurangnya jumlah spesies mangsa dan akibat perburuan.

Harimau merupakan satwa yang memiliki nilai jual yang cukup menggiurkan bagi para oknum masyarakat dan jaringannya di Hidden Market . Seperti di lansir dari Jurnal Interpol (2017), harga Bagian organ tubuh harimau di pasar internasional diantaranya sebagai berikut:

 

Sumber: Buletin Interpol, 2017

 

Dilansir dari Antara (Oktober 2022), telah dilakukan penangkapan pelaku perburuan dan perdagangan organ tubuh Harimau Sumatera berupa satu set tulang Harimau Sumatera, tengkorak, empat buah taring, kuku dan beberapa kumis oleh Tim Gabungan Polres Inderagiri Hulu dan Polisi Kehutanan Balai TN Bukit Tiga Puluh pada hari Rabu tanggal 10 Oktober 2022 di Batang Gangsal Kabupaten Indragiri Giri Hulu Provinsi Riau.

Melansir dari Monggabay (Maret 2010 ), secara historis tulang harimau digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok. Tiga ribu tahun yang lalu, Materia Medica dari pengobatan china memasukan tulang harimau sebagai bahan untuk mengobati penyakit seperti rematik, maag, tifus, malaria, disentri dan luka bakar. Selain untuk pengobatan tradisional, anggur tulang harimau ( tiger bone wine ) yang dibuat dengan merendam tulang harimau dan minuman keras menurut keyakinan mereka sangat baik bagi tubuh manusia.

Melansir dari (amp.9news, 2019 ), Word Federation Of Chinese Medicine Societies telah mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa tidak ada bukti claim manfaat medis dari tulang harimau.

Perburuan dan perdagangan Harimau Sumatera dan satwa liar lainya sangat bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hal ini dapat dilihat pada pasal 21 Ayat (2) huruf a, b, dan d.

Pasal 21 Ayat (2) huruf a : Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Pasal 21 Ayat (2) huruf b berbunyi : Setiap orang dilarang untuk menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.

Pasal 21 Ayat (2) huruf d berbunyi: Setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannta dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau luar Indonesia.

Ketentuan pidananya apabila melanggar pasal tersebut di atas, diatur dalam pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang no 5 tahun 1990 yaitu dipidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Sutiono

Polhut TN Berbak Sembilang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *