Ketua IWO Jambi Sesalkan Sikap Kajari Tanjabbar Yang Melarang Wartawan Bawa Alat Elektronik Untuk Liputan

Ketua DPD IWO Provinsi Jambi Nurul Fahmy

Jambi I Kabardaerah.com — Ketua DPD Ikatan Wartawan Online (IWO) Provinsi Jambi Nurul Fahmy sesalkan sikap Kajari Kabupaten Tanjungjabung Barat atas adanya pelarangan liputan dengan menggunakan sarana elektronik saat melakukan peliputan ke dalam Kejaksaan Negeri, Kualatungkal, Kabupaten Tanjungjabung Barat.

Menurutnya, sebaiknya Kajari itu memahami lagi tugas jurnalis, seperti yang tercantum dalam Undang-undang Pers. Pelarangan membawa peralatan peliputan adalah pelanggaran terhadap Undang-undang Pers dan merupakan upaya mengekang kerja jurnalis.

“Aktivitas yang dilakukan oleh jurnalis bukan berarti mencampuri urusan pihak kejaksaan, tapi merupakan upaya kontrol media,” tegasnya.

Di sisi lain, ujar Fahmy, lembaga kejaksaan adalah lembaga negara yang kinerjanya menggunakan dana negara, maka sudah sepantasnya diawasi, dikontrol dan dikritik sesuai dengan tugas jurnalis.

“Seharusnya saling berkoordinasi. Di kode etik jurnalistik kan ada wawancara yang sifatnya “off the record”. Bila memang pemberitaan tersebut tidak perlu dikutip atau dimuat, ya silahkan saja koordinasi dengan wartawan yang meliput,” tuturnya, Jumat (13/10/2017).

Kajari Tanjabbar Tri Joko saat diwawancarai media

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjab Barat Tri Joko mengatakan pelarangan membawa alat elektronik berlaku untuk semua wartawan saat melakukan peliputan di kawasan Kejari.

“Itu sudah SOP ya. Ya sebenarnya itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Takutnya nanti kita disadap mungkin, entah juga dianiaya dengan alat,” kata Tri Joko kepada wartawan seusai pemusnahan barang bukti narkoba di Kantor Kejaksaan Negeri Tanjab Barat, Kamis kemarin.

Joko menginginkan awak media dapat memahami dan mamaklumi SOP yang diterapkan oleh Kejaksaan Negeri Tanjab Barat.

“Kita juga kerja pengen nyaman gitu, kalau diuber-uber kan kita apa ya. Istilahnya kerja gak juga pengen diburu-buru, nggak juga pengen diatur. Yang jelas kita kerja, kita pasti kerja ga mungkin kita nganggur,” terang Kajari.

Dalam kesempatan itu, Tri Joko menyarankan awak media berkonsultasi langsung dengan Kasi Intelnya terkait masalah pemberitaan.

“Pokoknya kalau ada apa-apa koordinasi dengan Kasi Intel, dan Kasi Intel pasti kordinasi dengan saya apa yang perlu ditanggapi. Saya rasa ga ada masalah. Cuman kan kadang misskomunikasi, dianggapnya kita mempersulit, padahal gak lah. Saya mah terus terang melaksanakan pekerjaan ya jangan sampai terganggu gitu lo. Saya juga pengen kerja nyaman,” imbuhnya.

SOP Kejaksaan Negeri Tanjab Barat dengan melarang wartawan membawa alat elektronik saat melaksanakan tugas peliputan di kantornya, diakui Tri Joko adalah kebijakan dirinya.

“Memang kita saat itu sudah rapat dari awal. Jadi intinya kita kerja jangan sampai terlalu banyak yang ikut campur. Kita kerja bagaimana supaya nyaman, kan gitu. Kita juga menghindari banyak juga pihak-pihak yang mencari kesempatan atau pihak-pihak yang ingin mengganggu kita,” tuturnya.

Joko juga mengkhawatirkan seperti yang terjadi di kejari-kejari lain banyak juga disusupi oleh oleh pihak-pihak lain.

“Ini yang kita takutkan. Nah mungkin kebijakan ini dianggap terlalu keras oleh wartawan. Ya cobalah nanti kita koordinasi dengan staf ya,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris Ikatan Wartawan Online (IWO) Kabupaten Tanjab Barat Fipi Rina menyayangkan SOP peliputan su Kejari Tanjab Barat.

Menurutnya, wartawan yang bertugas melakukan peliputan seyogyanya tidak dibatasi dengan hal-hal yang menghambat pekerjaannya.

“Dalam menjalankan tugasnya wartawan itu butuh alat elektronik seperti kamera, ponsel dan lainnya untuk mendukung pekerjaannya. Kalau Kajari Tanjab Barat memberi batasan seperi ini, berarti sama saja Kajari Tanjab Barat itu merampas kemerdekaan pers. Ini sama sekali tidak dibernarkan,” ujarnya.

Kebebasan pers jelas-jelas sudah dijamin dan diatur oleh undang-undang. Seharusnya, kata Dia, tidak ada satupun institusi yang melarang pers melakukan peliputan, termasuk membawa alat elektronik seperti handphone dan kamarnya atau alat liputan lainnya saat menjalankan tugasnya.

“Alat elektronik seperti ponsel dan kamera termasuk alat vital untuk peliputan. Kalau ini juga masih dilarang untuk dibawa maka hal ini sama saja membelenggu tugas para insan pers,” tandas Rina.

Untuk diketahui, Berdasarkan Undang undang pers nomor 40 tahun 1999 pasal 18 ayat satu berbunyi, setiap orang yang secara hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas pasal 4 ayat dua dan tiga, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

“Didalam Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999 itu sudah jelas kok bunyi dan ancamannya,” tegas Rina. (wijaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *