Menjadi Mahasiswa di Masa Pandemi Covid-19, Mandiri atau Mati

Oleh: Bahren Nurdin

Akademisi UIN STS Jambi

Kita harus sepakat bahwa kedatangan Covid 19 telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia di seluruh jagat raya ini. ‘New Normal’ adalah istilah yang telah disepakati bersama untuk menggambarkan bahwa cara hidup kita telah memasuki ‘budaya baru’ dan meninggalkan cara-cara lama. Dulu boleh berkumpul, sekarang dibatasi. Dulu boleh dengan bebas berjabat tangan dan bahkan cipika-cipiki, sekarang harus menjaga jarak. Dulu mencuci tangan itu hanya pilihan, sekarang kewajiban, dan lain sebagainya. Pokoknya berbeda.

Perubahan itu terjadi dalam seluruh lini kehidupan masyarakat, termasuk sistem pendidikan. Sekolah, pesantren dan kampus tutup. Guru, ustaz dan dosen ‘dirumahkan’. Siswa, santri dan mahasiswa belajar di rumah. Semua berubah.

Mau atau tidak mau. Suka atau tidak suka. Mudah atau sulit. Semua orang harus menyesuaikan diri. Tidak ada yang perlu disalahkan. Tidak ada yang mesti disesali. Semua orang harus patuhi protokol ‘alam’ yang terjadi. Siapa yang tidak mau menyesuaikan diri maka ia akan terus menyesali diri yang akan menambah bebannya sendiri.

Saat ini kampus menerapkan sistem pembelajaran online alias daring (dalam jaringan). Dosen dan mahasiswa tidak lagi melakukan tatap muka di kelas seperti biasa. Proses belajar mengajar dilakukan dengan menggunakan media online dengan beberapa platform aplikasi pembelajaran yang tersedia.

Untuk menghadapi situasi ini, maka mahasiswa harus pula mengubah pola belajar mereka. Paling tidak, mereka harus menyadari peran dosen semakin kecil dalam proses ‘transfer of knowledge’. Dosen memiliki keterbatasan untuk menjelaskan perkuliahan. Maka tidak ada pilihan bagi mahasiswa kecuali meningkatkan sistem pembelajaran mandiri. Pilihannya sedikit; mandiri atau ‘mati’!

‘Mati’ dalam arti, masih tetap berstatus mahasiswa tapi tidak mendapat ilmu apa-apa. Masih dapat ijazah tapi tidak mengubah apa-apa. Masih dapat gelar sarjana tapi tak berguna. Ini pilihan yang tidak baik.

Maka mandirilah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses belajar mandiri. Pertama, tingkatkan minat dan kemampuan mambaca. Ini kemampuan paling dasar dalam belajar mandiri. Buku dan berbagai sumber bacaan harus dibaca dengan cermat. Membacalah yang akan menjadi sumber utama ilmu pengetahuan selama kuliah di masa pandemic ini.

Kita menyadari bahwa minat baca orang Indonesia sangat rendah dibanding beberapa negara di dunia. UNESCO pada tahun 2016 bahkan pernah merilis bahwa minat baca orang Indonesia menempati urutan 60 dari 61 negara. Jika hal ini tidak segera disadari dan diubah, maka mahasiswa Indonesia akan semakin terpuruk. Sudahlah dosen tidak bisa banyak menjelaskan ditambah pula mahasiswa kurang baca, maka dikhawatirkan akan memperburuk kualitas pendidikan kita.

Sekali lagi, baca baca dan baca. Ayo kawan-kawan mahasiswa perbanyak membaca. Lebih-lebih saat ini bahan bacaan tersedia dengan mudah di internet. Banyak buku, jurnal, artikel, koran, dan sebagainya. Paling kurang investasikan waktu anda 3 sampai 5 jam sehari untuk membaca.

Kedua, ikuti seminar-seminar daring. Saat ini sedang terjadi euphoria seminar daring atau online. Sebagian besar seminar-seminar ini dapat diikuti dengan gratis. Hanya bermodalkan kuota internet, sudah bisa mengikuti berbagai seminar di berbagai level, dari lokal hingga internasional. Para pembicara yang dihadirkan juga orang-orang yang sangat kompeten di bidangnya.

Hal ini harus dijadikan kesempatan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Jika dilakukan secara tatap muka, pastilah sangat mahal dan sulit untuk diakses. Seminar-seminar ini kemudian harus dijadikan salah satu proses belajar mandiri. Ikuti minimal 3 seminar sehari. Saya yakin, dengan cara ini mahasiswa tidak akan kehilangan kesempatan untuk menjadi ‘maha’.

Ketiga, Manfaatkan media sosial (medsos) sebagai fasilitas untuk belajar dan berdiskusi. Saya pastikan setiap mahasiswa memiliki berbagai platform media sosial seperti Facebook, IG, Twitter, Whatsapp dan lain-lain. Medsos-medsos ini sudah saatnya digunakan secara positif untuk media belajar mandiri. Paling tidak, grup WA bisa digunakan sebagai media diskusi sesama mahasiswa.

Akhirnya, pandemi Covid 19 ini telah mengubah berbagai aspek kehidupan kita, termasuk proses belajar mengajar di kampus. Saatnya menyesuaikan diri. Mahasiswa tidak bisa lagi mengandalkan dosen di depan kelas. Ruang kelas sudah tutup. Saatnya belajar mandiri. Saatnya mengandalkan diri sendiri dalam mencari ilmu. Manfaatkan segala potensi diri untuk mencapai prestasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *