Dua Perusahaan Sawit di Muarojambi Diduga Melanggar Permentan

Muarojambi I Kabardaerah.com – Dua Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kabupaten Muarojambi, Jambi diduga tidak memiliki kebun inti apalagi plasma yang bermitra dengan masyarakat setempat.

Dua pabrik yang bandel tersebut, ditemukan Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) Provinsi Jambi.

Dua perusahaan perkebunan tersebut, yaitu PT Prosympac Agro Lestari (PAL) di Sungai Gelam dan PT Angso Duo Sawit (ADS) di Tanjung Pauh, Kabupaten Muarojambi, Jambi.

Menurut Ketua DPP LP2LH Provinsi Jambi, Tri Joko aktivitas dua perusahaan itu diduga melanggar Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Dalam Pasal 11 ayat (1) berbunyi: “Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, harus memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20% (dua puluh per seratus) berasal dari kebun sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi dari kebun masyarakat/Perusahaan Perkebunan lain melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.”

Seperti yang terjadi pada PT PAL misalnya, ujar Dia, kenyataannya hanya PT PAL hanya bermodalkan dukungan dari 6 Koperasi Unit Desa (KUD) sejak berdiri Juli 2017 lalu.

Selanjutnya, PT PAL mendirikan pabrik kelapa sawit lewat Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Muarojambi Nomor 07 tahun 2015 tentang Pemberian Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan dan Operasional Pabrik Minyak Kelapa Sawit Di Desa Sido Mukti Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi oleh PT  Prosympac Agro Lestari (PAL).

“Saya juga tidak habis pikir, bagaimana mungkin izin pendirian pabrik PT PAL bisa diterbitkan padahal jelas-jelas mereka tak mengantongi Izin Prinsip apalagi Izin Usaha Perkebunan (IUP),” ungkap Tri Joko, Selasa (23/1/2018).

Tidak itu saja, PT PAL juga diduga menampung kelapa sawit yang dekat dari lokasi pabrik. Kebun kelapa sawit itu diduga berada dalam kawasan hutan.

Artinya, PT PAL telah melanggar UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Dalam pasal 17 ayat (2) bahwa setiap orang dilarang: poin (d) berbunyi: “menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau” serta poin (e) yang berbunyi: “membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin”.

Oleh karena itu, tambah Joko, pemerintah dapat mencabut izin PT PAL jika ternyata menampung sawit secara ilegal apalagi yang berasal dari kawasan hutan.

“Saya kira, izin PT PAL dapat dievaluasi oleh pemerintah, bahkan bila perlu dicabut,” pungkas Tri Joko. (narto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *