Yusril Mengaku Lebih Memilih Ulama Non Struktural Daripada Ulama Hasil Ijtima Prabowo-Sandi

JAMBI I Kabardaerah.com — Akhirnya teka-teki kenapa Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra (YIM) tidak mendukung penuh pasangan Capres Prabowo dan Cawapres Sandiaga Uno pada Pemilu 2019 ini.
Pasalnya, bagi Yusril, ulama yang besar pengaruhnya adalah ulama yang nyata dan omongannya di dengar banyak masyarakat.
“Makanya, saya tidak respek dengan ijtima ulama pasangan capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo-Sandiaga Uno,” katanya saat ngopi dan ngobrol bareng bersama bang Yusril di kawasan Broni, Kota Jambi, Selasa (15/1/2019).
Menurutnya, ulama yang besar itu yang pengaruhnya besar di tengah masyarakat adalah ulama yang nyata, yakni ulama yang non struktural.
“Mereka itu tidak hanya di NU juga Muhammadiyah saja. Mereka juga tidak masuk tv, media sosial atau lainnya. Tapi mereka semua tidak ambil pusing,” ujar Yusril.
Mereka itu, sambungnya, memiliki pondok pesantren di kampung-kampung. “Itu lah mereka, Kiai kampung, mereka itulah ulama sesungguhnya yang mempunyai masjid di kampung. Dan suaranya didengar oleh banyak masyarakat,” tegasnya.
Alasan ini yang membuat dirinya mengambil sebuah keputusan yang tepat dan realistis. “Jadi saya harus gimana? Saya harus pilih yang mana? Yang didominasi habaib yang jumlahnya tidak seberapa atau ulama-ulama tradisional yang jumlahnya ratusan ribu, mereka mayoritas ulama,” tandas Yusril.
Karena itu, dia berpikir harus menempuh jalan yang lebih moderat. “Kenapa saya tidak mau menjadi pendukung kelompok-kelompok mereka, jadi saya tahu persis. Jangan-jangan ada satu upaya propaganda yang luar biasa yang membangkitkan emosi umat Islam, apalagi ada tags #2019gantipresiden,” tandasnya.
Yang tidak habis dipikirannya terhadap para ulama di barisan Prabowo-Sandiaga Uno saat ada viral di media sosial jogetnya Capres Prabowo diperingatan Natal tahun lalu, tidak ada ulama yang mengingatkannya
“Waktu Prabowo berjoget-joget saat Natal, ternyata tidak ada yang berani mengigatkan atau menegur dia. Mana habib-habib hasil pilihan ijtima mereka. Inikah calon presiden yang dipilih dari hasil ijtima ulama mereka,” tegas Yusril.
Dengan sejumlah peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini, membuat dirinya mengetahui kualitas masing-masing capres dan cawapres.
“Ternyata sekarang saya tahu Pak Jokowi gimana dan Pak Prabowo gimana. ini adalah politik dan saya harus mengambil keputusan, terutama menguntungkan umat Islam dan PBB. Siapapun yang menang, Jokowi atau Prabowo menang umat Islam harus tetap utuh dan PBB tetap eksis. Ini saja yang jadi pemikiran saya,” tukas Yusril.
Dia tidak menginginkan Indonesia menjadi terpecah belah gara-gara beda pilihan pada Pemilu mendatang. “Jangan sampai Jokowi atau Prabowo menang, kita berkelahi, umat Islam terpecah belah. Itu yang sama-sama kita tidak inginkan, tidak bagus itu. Kan jadi presiden hanya 5 tahun,” tuturnya.
Diakuinya, ini bukan pemikiran yang pragmatis tapi realistis di tengah tengah keputusan yang sulit. “Saya bukan orang yang menghalalkan cara dalam menggapai keinginan, tapi menggunakan banyak cara,” imbuhnya.
Karena itu, dia bilang ke Presiden untuk maju bareng dalam pemilu. “Saya bilang ke Pak Jokowi, ayo kita maju bersama-sama, asal jangan dicurangi atau dipecundangi. Yg penting PBB tetap eksis dan bisa meraih suara 4 persen,” pungkas Yusril.
(azhari)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *